Reformasi Pendidikan
Pergeseran paradigma yang awalnya
memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial dan kini menjadi suatu
lahan bisnis mengindikasikan perlunya perubahan pengelolaan. Perubahan pengelolaan
ini seirama dengan tuntutan zaman. Situasi, kondisi dan tuntutan pada era
reformasi membawa konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat
kebutuhan kehidupan di masa depan. Maka, merupakan hal yang logis ketika
pengelola pendidikan mengambil langkah antisipatif untuk mempersiapkan diri
bertahan pada zamannya, mempertahankan diri dengan tetap mengacu pada mutu
pendidikan berkaitan erat dengan manajemen pendidikan.
Reformasi kini menjadi suatu keharusan
dalam pembenahan pendidikan khususnya pembelajaran. Reformasi ada dalam rangka
memuaskan pelanggan/masyarakat dengan memberikan pelayanan yang lebih baik agar
sesuai dengan harapan dan kebutuhan mereka.
Konsep pembelajaran reformatif berpusat
kepada siswa, interaktif atau terjadi interaksi multi arah, multidisipliner,
kerja kelompok, guru sebagai fasilitator, mengajarkan bagaimana mempelajari
sesuatu, dimungkinkan tim teaching untuk memperoleh kajian lintas
disipliner, memberikan peluang kepada siswa mengalami berbagai gaya belajar,
pembelajaran kristis dengan pendekatan pemecahan masalah (problem solving)
yang berorientasi ke masa depan. Untuk dapat melaksanakan pembelajaran
reformatif maka perlu diadakan persiapan baik dari guru maupun siswa. Guru
harus bersikap demokratis, selalu mengembangkan kemampuannya dan belajar terus.
Harus ada perubahan paradigma guru dengan strategi seperti :
(a)
guru berhak untuk mencari
informasi dan mengembangkan diri dalam jam kerjanya baik secara
individualmaupun kelompok (diskusi) misalnya 4 jam/minggu,
(b)
guru berhak mengikuti pelatihan yang
telah didesain dan ditetapkan oleh organisasi dan dimungkinkan pilihannya
sendiri misalnya 100 jam/tahun,
(c)
guru berhak membuat karya tulis
ilmiah dan dipublikasikan misalnya minimal 1 tulisan/semester,
(d) guru berhak membuat penelitian sederhana minimal 1 penelitian/tahun.
Kondisi demikian tentunya membawa konsekuensi
yang perlu direncanakan misalnya adanya wadah
untuk menampung tulisan guru, adanya reward bagi guru yang sudah berusaha keras mengembangkan diri.
Dalam pelaksanaan dapat dilakukan dengan program pembimbingan antarguru.
Misalnya membuat karya tulis ilmiah, guru yang mampu dapat menjadi membimbing guru
yang belum mampu sehingga guru yang mampu bertumbuh menjadi pembimbing sedangkan
guru yang belum mampu mempelajari sesuatu dari temannya. Setiap terjadi pembimbingan
maka nama pembimbing tercantum dalam karya tersebut. Program demikian dapat
dinamakan “tumbuh bersama”.
Untuk merangsang terjadinya proses pembelajaran
reformatif maka diperlukan langkah langkah yang disebut dengan “TUAI” masa depan, yang artinya : Tunjukkan kemampuanmu, Usahakan sebaik mungkin, Akal dan pikiran terus dimotivasi, Informasi
dan Ilmu dicari terus.
Selain itu perlu labelisasi guru
kompetensi dan kemampuan yang ditentukan misalnya, guru junior, guru senior,
pelatih junior, pelatih senior, penulis buku, staf ahli dan lain sebagainya.
Kondisi demikian dapat memberikan peluang bagi guru untuk mereformasi system pembelajarnnya
karena memang guru tersebut mempunyai kompetensi. Kompetensi professional guru
seharusnya meliputi akademis/pendidikan,
penelitian/action research classroom, dan pengabdian
masyarakat/pelayanan. Ketiga kompetensi itu akan membentuk guru secara
utuh dalam profesinya yang kemudian dilengkapi dengan kompetensi personal dan sosial
Strategi pembelajar pun akan menjadi suatu hal yang penting dalam peranannya
untuk membentuk seseorang yang nantinya mampu bertahan dalam kehidupannya.
Strategi pembelajaran dapat berdasarkan kepada learning how to
know/learning how to think, learning how to learn, learning how to do,
learning how to live together, learning how to be, learning how to have
a mastery of local, learning how to understand the nature/God made (belajar
mengetahui/belajar berpikir, belajar bagaimana belajar, belajar berbuat,
belajar hidup bersama, belajar menjadi diri sendiri, belajar menyesuaikan diri dengan
kebutuhan lokal, belajar memahami lingkungan sekitar).
Ahli manajemen Jepang, Konsosuke
Matsuhita, mengemukakan bahwa sebelum belajar melakukan sesuatu, harus kita
pelajari dulu bagaimana seharusnya kita berperilaku sebagai manusia. Dari sana,
dapatlah dikatakan bahwa “mengajarkan bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan”
adalah pendidikan dalam bentuknya yang paling rendah. Pendidikan seharusnya mengajari
bagaimana caranya belajar dan bukan memberikan instruksi tentang suatu
pelajaran tertentu. Apa yang harus dipelajari tidaklah benarbenar penting. Yang
penting adalah bagaimana cara mempelajarinya.
Dengan demikian maka dapat mengakomodasi
pergeseran fungsi pembelajaran dari terbatas pada tahapan pendidikan menjadi pembelajaran
seumur hidup. Hal ini terjadi karena situasi dan kondisi yang terus bergulir
begitu cepat sehingga seseorang perlu belajar seumur hidup. Pembenahan secara
total dengan tujuan peningkatan mutu wajib dilakukan oleh lembaga pendidikan. Pembenahan
secara total meliputi segala aspek. Jika ini dilakukan maka akan membentuk
sebuah jaringan yang kuat yang secara serentak melaju mencapai tujuan/sasaran.
Dengan demikian maka sebuah lembaga pendidikan
akan tetap eksis dan terus berkembang dalam kancah persiangan global. Kepekaan
melihat kondisi yang bergulir dan peluang masa depan menjadi modal utama untuk mengadakan
perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan. Modal ini akan dapat menjadi
pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada titik inilah diperlukan
berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Manakala tahu melihat peluang, dan peluang
itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk mengembangkan pendidikan
yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis akan terjadi sebuah
efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM, pendidikan
dan pengajaran, dan biaya pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar