A. Pengertian Inteligensi
Kata inteligensi berasal dari bahasa
latin intelligence yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama
lain ( to organize, to relate, to bind together ). Pengertian inteligensi memberikan
bermacam-macam arti bagi para ahli.
Sehubungan dengan pengertian
inteligensi ini ada yang mendefinisikan inteligensi sebagai : “kemampuan untuk menyesuaikan diri”(Colvin) ;
“teknik untuk memperoleh informasi yang disediakan oleh indra”(Hunt).
Menurut panitia istilah paedagogik
yang dimaksud dengan inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keaadan
baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Stern) (Kamus
Paedagogik, 1953).
Sedangkan Lewis Hedison Terman
memberikan pendapatnya inteligensi sebagai “……. the ability to carry
on abstract thinking “ atau “kempuan untuk berpikir secara abstrak” (Harriman,
1958).
Terman membedakan adanya “ability”
yang berhubungan dengan hal-hal yang konkrit, dan “ability” yang berhubungan
dengan hal-hal yang abstrak. Orang itu inteligen kalau dapat berpikir secara
abstrak yang baik
Utami
Munandar mengatakan bahwa intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Kemampuan untuk berpikir abstrak;
b. Kemampuan untuk menangkap hubungan
dan untuk belajar;
c. Kemampuan untuk menyesuaikan diri
terhadap situasi-situasi baru.
B. Ciri-ciri Intelegensi
Menurut Whitherington
intelegensi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Cepat
; makin cepat suatu pekerjaan, makin cerdaslah orang yang menyelesaikan
2.
Cekatan
; biasanya dihubungkan dengan pekerjaan tangan; dengan mudah dan ringkas
menjeleskan sesuatu
3.
Tepat
; sesuai dengan tuntunan keadaan misalnya mengukur jalan yang panjang dengan
besaran yang benar pula.
Penjelasan yang lebih jelas mengenai
ciri-ciri perilaku intelegen ini dikemukakan oleh Ngalim Purwanto :
Ø Masalah yang dihadapi, sedikit banyak
merupakan masalah yang baru bagi yang bersangkutan
Ø Perbuatan intelegensi, sifatnya
serasi tujuan dan ekonomis
Ø Masalah yang dihadapi, harus
mengandung tingkat kesulitan tentang yang bersangkutan
Ø Keterangan pemecahannya harus dapat
diterima oleh masyarakat
Ø Perbuatan intelegensi seringkali menggunakan
daya mengabstraksi
Ø Perbuatan intelegensi bercirikan
kecepatan
Ø Membutuhkan pemusatan perhatian dan
menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang
dihadapi.
C. Faktor-Faktor dalam Inteligensi
Inteligensi tiap-tiap orang cenderung
berbeda-beda. Hal ini karena beberapa factor yang mempengaruhunya. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain sebagai berikut :
1. Faktor Bawaan
Faktor ini ditentukan oleh sifat yang
dibawa sekak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam memecahkan
masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu di dalam
satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar sekali,
meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi tujuan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar,
sehingga apa yang diminati manusia dapat dapat memberikan dorongan untuk
berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di
luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan inteligensi. Di sini dapat
di bedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di sekolah
atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengarih alam sekitar.
4. Faktor Kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis, dapat dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau
berkermbang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu tidak mengherankan
jika anak-anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di
kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi
anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan
soal-soal tersebut dan kematangan. Berhubungan erat dengan factor umur.
5. Faktor Kebebasan
Hal ini berarti manusia dapat memilih
metode tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Disamping kebebasan
memilih metode, juga bebas memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor di atas sangat erat
hubungannya, saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan lainnya. Jadi,
untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau
berpatokan kepada salah satu faktpr saja.
Menurut Spearman inteligensi itu
mengandung 2 macam faktor, yaitu :
1. “General Ability” (Faktor G)
2. “Special Ability” (Faktor S)
Teori dari Spearman ini dikenal
dengan teori dwi factor (Two Factors Theory).
Manurut Spearman “general ability”
atau “general factor” (G) terdapat pada semua individu tetapi berbeda
satu dengan yang lain. Faktor G selalu didapati dalam semua “performance”.
Sedangkan “special ability” (S) adalah merupakan faktor yang
bersifat khusus, yaitu mengenai bidang tertentu. Dengan demikian maka jumlah
faktoritu banyak, misalnya ada S1, S2, S3 dan sebagainya. Jadi kalau pada seseorang factor S dalam bidang tertentu
dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut. Dapat dikemukakan
bahwa menurut spearman tiap-tiap “performance” selalu ada factor G dan factor S
atau dapat dirumuskan :
P = G + S
D. Tes Inteligensi
Bagaimanakah kita dapat menentukan
cerdas tidaknya seseorang ? salah satu cara ialah dengan mengemukakan tes yang
disebut “ tes intelegensi “.
Tes intelegensi adalah tes yang
bertujuan mengukur intelegensi; dan intelegensi adalah apa yang diukur oleh tes
intelegensi.
Untuk menghasilkan tes yang baik,
memang diperlukan metode yang signifikan. Hasilnya harus bersifat tidak
kebetulan.
Dengan tes inteligensi dimaksudkan
untuk mengungkap taraf inteligensi individu yang ditest. Orang yang pertama
kali menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Test inteligensi dari Binet
mula-mula disusun dalam tahun 1905, yang kemudian mendapatkan bermacam-macam
revisi baik dari Binat sendiri maupun dari para ahli lain.
Dalam tahun 1916 tes Binet direvisi,
dan diadaptasi yang terkenal dengan Revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan “Stanford
Revision”, atau “Stanford Binet”. Revisi ini diadakan untuk
menyesuaikan tes itu dengan keadaan di Amerika, dan digunakan pengertian :
M. A.
I.Q. = ------
C. A.
Untuk menghindarkan adanya angka maka
rumus tersebut dikalikan 100 sehingga rumus terbentuk :
M.
A.
I.Q. = ------
x 100
C. A.
Ternyata tes inteligensi mengalami
perkembangan terus. Pada tahun 1939 David Wechsler ada tahun 1939 David
Wechsler menciptakan “individual intelligence test” yang terkenal dengan
“Wechsler-Bellevue Intelligence Scale” dan pada tahun 1949 menciptakan
test “Wechsler Intelligence Scale for Children” (WISC) yang
diperuntukkan bagi anak-anak. Klasifikasi IQ-nya :
Very Superior 130 + I.Q.
Superior 120 –
129 I.Q.
Bright Normal 110 – 119 I.Q..
Average 90 – 109 I.Q,
Dull Normal 80 – 89 I.Q.
Borderline 70 – 79 I.Q.
Mental Defective 69 and bellow I.Q. (Harriman, 1958).
Dalam tahun 1955 Wechsler menciptakan
tes inteligensi untuk orang dewasa yang dikenal dengan “Wechsler Adult
Intelligence Scale” atau yang disingkat dengan WAIS. Menssgenai tes ini
dibicarakan secara mendalam dalam pembicaraan mengenai psikodiagnostik.
A. Pengertian Inteligensi
Kata inteligensi
berasal dari bahasa latin intelligence yang berarti menghubungkan atau
menyatukan satu sama lain ( to organize, to relate, to bind together ). Pengertian inteligensi memberikan bermacam-macam
arti bagi para ahli.
Sehubungan
dengan pengertian inteligensi ini ada yang mendefinisikan inteligensi sebagai
: “kemampuan untuk menyesuaikan
diri”(Colvin) ; “teknik untuk memperoleh informasi yang disediakan oleh
indra”(Hunt).
Menurut panitia
istilah paedagogik yang dimaksud dengan inteligensi adalah daya menyesuaikan
diri dengan keaadan baru dengan mempergunakan alat-alat berpikir menurut
tujuannya (Stern) (Kamus Paedagogik, 1953).
Sedangkan Lewis
Hedison Terman memberikan pendapatnya inteligensi sebagai “……. the ability
to carry on abstract thinking “ atau “kempuan untuk berpikir secara
abstrak” (Harriman, 1958).
Terman
membedakan adanya “ability” yang berhubungan dengan hal-hal yang konkrit, dan
“ability” yang berhubungan dengan hal-hal yang abstrak. Orang itu inteligen
kalau dapat berpikir secara abstrak yang baik
Utami
Munandar mengatakan bahwa intelegensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
d.
Kemampuan untuk berpikir abstrak;
e.
Kemampuan untuk menangkap hubungan dan untuk
belajar;
f.
Kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap
situasi-situasi baru.
B. Ciri-ciri Intelegensi
Menurut Whitherington intelegensi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
4. Cepat
; makin cepat suatu pekerjaan, makin cerdaslah orang yang menyelesaikan
5. Cekatan
; biasanya dihubungkan dengan pekerjaan tangan; dengan mudah dan ringkas
menjeleskan sesuatu
6. Tepat
; sesuai dengan tuntunan keadaan misalnya mengukur jalan yang panjang dengan
besaran yang benar pula.
Penjelasan yang
lebih jelas mengenai ciri-ciri perilaku intelegen ini dikemukakan oleh Ngalim
Purwanto :
Ø
Masalah yang dihadapi, sedikit banyak merupakan
masalah yang baru bagi yang bersangkutan
Ø
Perbuatan intelegensi, sifatnya serasi tujuan
dan ekonomis
Ø
Masalah yang dihadapi, harus mengandung tingkat
kesulitan tentang yang bersangkutan
Ø
Keterangan pemecahannya harus dapat diterima
oleh masyarakat
Ø
Perbuatan intelegensi seringkali menggunakan
daya mengabstraksi
Ø
Perbuatan intelegensi bercirikan kecepatan
Ø
Membutuhkan pemusatan perhatian dan
menghindarkan perasaan yang mengganggu jalannya pemecahan masalah yang sedang
dihadapi.
C. Faktor-Faktor dalam Inteligensi
Inteligensi
tiap-tiap orang cenderung berbeda-beda. Hal ini karena beberapa factor yang
mempengaruhunya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi antara lain
sebagai berikut :
6.
Faktor Bawaan
Faktor
ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sekak lahir. Batas kesanggupan atau
kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh
faktor bawaan. Oleh karena itu di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang
bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan
pelatihan yang sama.
7.
Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
Minat
mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi tujuan
itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati manusia dapat dapat
memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
8.
Faktor Pembentukan
Pembentukan
adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
inteligensi. Di sini dapat di bedakan antara pembentukan yang direncanakan,
seperti dilakukan di sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya
pengarih alam sekitar.
9.
Faktor Kematangan
Tiap
organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ
manusia baik fisik maupun psikis, dapat dapat dikatakan telah matang, jika ia
telah tumbuh atau berkermbang hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya
masing-masing.
Oleh
karena itu tidak mengherankan jika anak-anak belum mampu mengerjakan atau
memecahkan soal-soal matematika di kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal
itu masih terlampau sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih
belum matang untuk menyelesaikan soal-soal tersebut dan kematangan. Berhubungan
erat dengan factor umur.
10.
Faktor Kebebasan
Hal ini
berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah yang
dihadapi. Disamping kebebasan memilih metode, juga bebas memilih masalah yang
sesuai dengan kebutuhannya.
Kelima faktor di
atas sangat erat hubungannya, saling mempengaruhi dan saling terkait satu
dengan lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya
berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktpr saja.
Menurut
Spearman inteligensi itu mengandung 2 macam faktor, yaitu :
3.
“General Ability” (Faktor G)
4.
“Special Ability” (Faktor S)
Teori dari
Spearman ini dikenal dengan teori dwi factor (Two Factors Theory).
Manurut Spearman
“general ability” atau “general factor” (G) terdapat pada semua individu
tetapi berbeda satu dengan yang lain. Faktor G selalu didapati dalam semua “performance”.
Sedangkan “special ability” (S) adalah merupakan faktor yang
bersifat khusus, yaitu mengenai bidang tertentu. Dengan demikian maka jumlah
faktoritu banyak, misalnya ada S1, S2, S3 dan sebagainya. Jadi kalau pada seseorang factor S dalam bidang tertentu
dominan, maka orang itu akan menonjol dalam bidang tersebut. Dapat dikemukakan
bahwa menurut spearman tiap-tiap “performance” selalu ada factor G dan factor S
atau dapat dirumuskan :
P = G + S
D. Tes Inteligensi
Bagaimanakah
kita dapat menentukan cerdas tidaknya seseorang ? salah satu cara ialah dengan
mengemukakan tes yang disebut “ tes intelegensi “.
Tes intelegensi
adalah tes yang bertujuan mengukur intelegensi; dan intelegensi adalah apa yang
diukur oleh tes intelegensi.
Untuk
menghasilkan tes yang baik, memang diperlukan metode yang signifikan. Hasilnya
harus bersifat tidak kebetulan.
Dengan tes
inteligensi dimaksudkan untuk mengungkap taraf inteligensi individu yang
ditest. Orang yang pertama kali menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Test
inteligensi dari Binet mula-mula disusun dalam tahun 1905, yang kemudian
mendapatkan bermacam-macam revisi baik dari Binat sendiri maupun dari para ahli
lain.
Dalam tahun 1916
tes Binet direvisi, dan diadaptasi yang terkenal dengan Revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan “Stanford
Revision”, atau “Stanford Binet”. Revisi ini diadakan untuk
menyesuaikan tes itu dengan keadaan di Amerika, dan digunakan pengertian :
M. A.
I.Q. = ------
C. A.
Untuk
menghindarkan adanya angka maka rumus tersebut dikalikan 100 sehingga rumus
terbentuk :
M.
A.
I.Q. =
------ x 100
C. A.
Ternyata tes
inteligensi mengalami perkembangan terus. Pada tahun 1939 David Wechsler ada
tahun 1939 David Wechsler menciptakan “individual intelligence test”
yang terkenal dengan “Wechsler-Bellevue Intelligence Scale” dan pada
tahun 1949 menciptakan test “Wechsler Intelligence Scale for Children”
(WISC) yang diperuntukkan bagi anak-anak. Klasifikasi IQ-nya :
Very
Superior 130 + I.Q.
Superior 120 – 129 I.Q.
Bright
Normal 110 – 119 I.Q..
Average 90 – 109 I.Q,
Dull
Normal 80 – 89 I.Q.
Borderline 70 – 79 I.Q.
Mental Defective 69 and bellow I.Q. (Harriman, 1958).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar