BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Teori behaviorisme merupakan salah
satu bidang kajian psikologi eksperimental yang kemudian diadopsi oleh dunia
pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul berbagai aliran baru sebagai reaksi
terhadap behaviorisme, namun harus diakui bahwa teori ini telah mendominasi
argumentasi tentang fenomena belajar manusia hingga penghujung abad 20.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan
perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan
yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimahakah sejarah perkembangan teori bahavioristik?
2.
Apakah teori belajar behavioristik itu?
3.
Teori apa saja yang termasuk dalam teori behavioristik?
4.
Bagaimanakah pengaplikasian teori behavioristik dalam proses belajar dan
pembelajaran?
C. Tujuan
Penyusunan
1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan teori
behavioristik
2. Untuk memahami teori belajar dan pembelajaran behavioristik
3. Untuk mengetahui ruang lingkup teori
behavioristik
4. Untuk memahami dan mengetahui cara
pengimplikasian teori behavioristik dalam proses belajar dan pembelajaran,
sehingga kita sebagai seorang pendidik dan yang dididik dapat
mengimplikasikannya ke dalam proses belajar dan pembelajaran dengan baik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Teori behavioristik[1]
Teori
behaviorisme merupakan salah satu bidang kajian psikologi eksperimental yang
kemudian diadopsi oleh dunia pendidikan. Meskipun dikemudian hari muncul
berbagai aliran baru sebagai reaksi terhadap behaviorisme, namun harus diakui
bahwa teori ini telah mendominasi argumentasi tentang fenomena belajar manusia
hingga penghujung abad 20.
Menurut
teori behaviorisme, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku, dimana
perubahan tersebut muncul sebagai respons terhadap berbagai stimulus yang
datang dari luar diri subyek. Secara teoritik, belajar dalam konteks
behaviorisme melibatkan empat unsur pokok yaitu: drive, stimulus, response dan
reinforcement. Apa yang dimaksudkan dengan drive iaitu suatu mekanisme
psikologis yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya melalui
aktivitas belajar. Stimulus yaitu ransangan dari luar diri subyek yang dapat
menyebabkan terjadinya respons. Response adalah tanggapan atau reaksi terhadap
rangsangan atau stimulus yang diberikan.
Dalam
perspektif behaviorisme, respons biasanya muncul dalam bentuk perilaku yang
kelihatan. Reinforcement adalah penguatan yang diberikan kepada subyek belajar
agar ia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respons secara
berkelanjutan.
B.
Pengertian Teori Belajar dan Pembelajaran
Behavioristik
Behaviorisme merupakan salah satu
aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah,
dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu
belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa
sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.[2]
Teori belajar behavioristik
menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur
dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum – hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar
berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S – R
(stimulus – respon).[3]
Belajar merupakan akibat adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa
respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.[4]
C.
Teori yang Termasuk dalam Teori Behavioristik[5]
Ada beberapa teori yang termasuk ke dalam teori
behavioristik, yaitu :
1. Teori Belajar Koneksionisme dikemukakan oleh Thorndike
1. Teori Belajar Koneksionisme dikemukakan oleh Thorndike
Ada tiga hukum yang dikemukakan oleh Thorndike :
1).Hukum kesiapan ( Law of readiness )
Hubungan antara stimulus dan respons
ini akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu.
2) Hukum Latihan ( Law of exercise )
Kemungkinan kuat dan lemahnya
hubungan stimulus dan respons. Hubungan atau koneksi antara kondisi dan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena tindakan dan koneksi – koneksi itu akan
menjadi lemah karena latihan tidak dilanjutkan.
3).Hukum Akibat (Law of effect)
Hukum ini menunjuk kepada kuat atau
lemahnya hubungan stimulus dan respons tergantung kepada akibat yang
ditimbulkannya. Apabila respons seseorang yang diberikan mendatangkan
kesenangan,maka respon tersebut akan dipertahankan atau diulang dan sebaliknya
apabila responsseseorang yang diberikan tidak mengenakkan maka respons tersebut
akan dihentikan.
2. Classical
Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.Law of Respondent Conditioning
yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
2.Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
3. Operant
Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari
eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap
burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1.Law of operant conditining
yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan
perilaku tersebut akan meningkat.
2.Law of operant extinction
yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses
conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber
(Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.
Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu
sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical conditi.
D.
Pengaplikasian Teori Behavioristik dalam Proses
Belajar dan Pembelajaran[6]
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behavioristik dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas
pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan
(transfer of knowledge)ke orang yang belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran
adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses
berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid (Degeng, 2006).
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Demikian halnya dalam proses belajar mengajar, siswa dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standart-standart tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para siswa. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar siswa diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam
proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi
siswa untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya
sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau
robot. Akibatnya siswa kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang
ada pada diri mereka. Karena
teori behavioristik memandang bahwa sebagai pengetahuan telah terstruktur rapi
dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Siswa atau peserta didik adalah objek yang
berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh
sistem yang berada di luar diri siswa.
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi
aktivitas “mimetic”, yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan
secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil
belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila siswa menjawab secara
“benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa siswa telah
menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang
terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori
ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan
diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar menurut teori Behavioristik merupakan
perubahan tingkah laku sebagai akibatdari adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon dianggap tidak
penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap
penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement)
penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon.
Ada
beberapa teori yang termasuk ke dalam teori behavioristik, yaitu :
1. Teori Belajar Koneksionisme dikemukakan oleh Thorndike. Ada tiga hukum yang dikemukakan oleh Thorndike : 1).Hukum kesiapan ( Law of readiness ); 2) Hukum Latihan ( Law of exercise ); 3).Hukum Akibat (Law of effect).
1. Teori Belajar Koneksionisme dikemukakan oleh Thorndike. Ada tiga hukum yang dikemukakan oleh Thorndike : 1).Hukum kesiapan ( Law of readiness ); 2) Hukum Latihan ( Law of exercise ); 3).Hukum Akibat (Law of effect).
2. Classical Conditioning
menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : Law of Respondent
Conditioning; dan Law of Respondent Extinction.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner, dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantarnya: Law of operant conditioning dan Law of operant
extinction.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran,
bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas “mimetic” yang menuntut
siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian
materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu
jawaban benar. Jawaban yang
benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
B.
Kritik Saran
Teori behavioristik
sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak
variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar yang
tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini
tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus
dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya.
Sejarah, pengertian, ruang lingkup, dan cara
pengimplikasian teori belajar dan pembelajaran
behavioristik
hendaknya dipahami oleh para pendidik dan Diterapkan dalam dunia pendidikan
dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai.
Daftar Pustaka
E. Bell Gredler, Margareth,1991, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:CV.Rajawali
………….
10 Nopember 2010 http://edukasi.kompasiana.com/analisis-dan-pergeseran-teori-pembelajaran-behaviorisme-humanisme,
diakses 7 Oktober 2011
…….. http://tpardede.wikispaces.com/Unit+1.3.1+Teori+Belajar+dan+Pembelajaran+Behavioristik, diakses 7 Oktober 2011
…………….. Agustus 2010, http://wadira358.blogspot.com/sejarah-teori-pembelajaran-behaviorisme.html, diakses 7 Oktober 2011
[1]
…………….. Agustus 2010, http://wadira358.blogspot.com/sejarah-teori-pembelajaran-behaviorisme.html, diakses 7
Oktober 2011
[2]
…………. 10 Nopember 2010 http://edukasi.kompasiana.com/analisis-dan-pergeseran-teori-pembelajaran-behaviorisme-humanisme,
diakses 7 Oktober 2011
[3] idem
[4]
Margareth E. Bell Gredler, 1991, Belajar
dan Pembelajaran, Jakarta:CV.Rajawali
[5]
…………. 10 Nopember 2010 http://edukasi.kompasiana.com/analisis-dan-pergeseran-teori-pembelajaran-behaviorisme-humanisme,
diakses 7 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar