Perkembangan
Emosi
A. Pengertian Emosi
Emosi adalah
sebuah istilah yang populer, namun secara tepat masih membingungkan, baik
dikalangan psikologi maupun ahli filsafat. Oleh sebab itu, kalau rumusan para
psikolog masih sangat berfariasi sesuai dengan orientasi teoritis yang berbeda
– beda.
Menurut
English and English, emosi adalah “ A complex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activities “, yaitu suatu keadaan
perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan
motoris. Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai
warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.
Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan – perasaan tertentu yang
dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, contohnya
gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya.
Kadang seseorang masih dapat mengontrol keadaan dirinya
sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda –
tanda fisiknya. Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan ahli
psikologi Ekman dan Friesen yang dikenal dengan display rules, yang
dibagi menjadi tiga rules, yaitu masking, modulation dan simulation.
Masking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat
menutupi emosi yang dialaminya. Emosi yang dialaminya tidak tercetus
melalui ekspresi fisiknya, misalnya orang yang sangat sedih karena kehilangan
anggota keluarganya, kesedihan tersebut dapat diredam atau ditutupi, dan tidak
ada gejala fisik yang menyebabkan tampaknya perasaan sedih tersebut.
Sedangkan pada modulation seseorang tidak mampu meredam secara tuntas
mengenai gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya saja, misalnya
karena sedih, ia menangis tetapi tidak terlalu kuat dan keras. Pada simulation
seseorang sebenarnya tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah – olah mengalami
emosi dengan menampakkan gejala – gejala fisik. Display rules
sebenarnya dipengaruhi oleh unsur budaya, misalnya adalah tidak etis kalau
menangis dengan meronta – ronta di hadapan umum meskipun kehilangan keluarga
yang sangat dicintainya.
B. Pola Perkembangan
Emosi
Kemampuan
untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala
pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang
kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak
pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak
memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan
emosional yang spesifik.
Seringkali
sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir
dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang
kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh
dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara
keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah,
dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya. Rangsangan semacam itu
menyebabkan timbulnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya, reaksi yang
menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat
diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan
kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat
dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan
berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan
sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan
ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukkan berbagai macam
reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan,
ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini dapat ditimbulkan dengan cara memberikan
berbagai macam rangsangan yang meliputi manusia serta objek dan situasi yang
tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.
Bukan
hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola
dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan
marah (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat
tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti
cemberut dan sikap Bengal.
Beberapa bulan setelah bayi lahir, muncul berbagai macam
pola emosi. Pola yang paling umum, rangsangan yang membangkitkan emosi dan
reaksi yang khas dari setiap pola dibawah ini, antara lain;
- Rasa Takut
Rangsangan yang umumnya
menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras, binatang, kamar
yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orangyang tak
dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal.
Anak kecil lebih takut
kepada benda-benda dibandingkan dengan bayi atau anak yang lebih tua. Usia
antara dua sampai enam tahun merupakan masa puncak bagi rasa takut yang khas
didalam pola perkembangan yang normal. Alasannya karena anak kecil lebih mampu
mengenal bahaya dibandingkan dengan bayi, tetapi kurangnya pengalaman
menyebabkan mereka kurang mampu mengenal apakah suatu bahay merupakan ancaman
pribadi atau tidak.
Dikalangan anak-anak yang
lebih tua, rasa takut terpusat pada bahaya yang fantastis, adikodrati
(supernatural), dan samara-samar pada gelap dan mahluk imajinatif yang
diasosiasikan dengan gelap, pada kematian atau luka, pada berbagai elemen
terutama guntur dan kilat, serta karakter dalam dongeng, film, buku, komik, dan
televisi. Anak yang lebih tua mempunyai berbagai ketakutan yang berhubungan
dengan diri atau status, mereka takut gagal, takut dicemoohkan, dan takut
“berbeda” dari anak lain.
- Rasa Malu
Merupakan bentuk
ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain
yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. Rasa malu selalu ditimbulkan
oleh manusia, bukan oleh binatangatau situasi. Studi terhadap bayi telah
menunjukkan bahwa selama pertengahan tahun pertama kehidupan, rasa malu
merupakan reaksi yang hamper universal terhadap orang yang tidak dikenalatau
orang yang sudah dikenal tetapi memakai baju atau tata rambut yang tidak
seperti biasanya. Ketakutan terhadap orang yang tidak dikenal yang menimbulkan
rasa malu tampak pada perubahan sikap bayi setelah mereka menjadi terbiasa
mengenal kembali orang yang tadinya sudah dikenal. Kemudian, umumnya bayi
berhenti menangis dan bereaksi dengan ramah. Rasa malu dengan kehadiran orang
yang tidak dikenal sangat umum pada tingkat usia ini sehingga tingkat usia ini
sering disebut sebagai “usia yang tidak dikenal” (the strange age) atau
“periode ketakutan yang infantile”.
Pada bayi, reaksi yang
umum terhadap rasa malu ialah menangis, memalingkan muka, dari orang yang tidak
dikenal, dan bergayut pada orang yang sudah akrab untuk berlindung. Hanya
apabila mereka telah yakin bahwa tidak ada bahaya yang nyata barulah mereka mau
mendekati orang yang tidak dikenal itu.
Anak yang lebih tua
menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan menggagap, dengan berbicara
sesedikit mungkin, dengan tingkah yang gugup sperti menarik-narik telinga atau
baju, dengan menolehkan wajah kearah lain dan kemudian mengangkatnya dengan
tersipu-sipu untuk menatap orag yang tidak dikenal itu. Mereka berusaha membuat
diri mereka sesedikit mungkin menarik perhatian dengan cara berpakaian seperti
orang lainnya dan berbicara sesedikit mungkin.
C. Pengelompokan Emosi
Emosi
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi
kejiwaan ( psikis ).
a. Emosi
Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar
terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
b. Emosi
Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan. Yang
termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
1. Perasaan
Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup
kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :rasa yakin dan tidak
yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah. rasa gembira karena mendapat
suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan
ilmiah yang harus dipecahkan
2. Perasaan
Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik
bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti : rasa
solidaritas, persaudaraan ( ukhuwah ), simpati, kasih sayang, dan
sebagainya
3. Perasaan
Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk
atau etika ( moral ). Contohnya :rasa tanggung jawab ( responsibility ),
rasa bersalah apabila melanggar norma, rasa tentram dalam mentaati norma
4. Perasaan
Keindahan ( estetis ), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan
dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
5. Perasaan
Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan,
dianugrahi fitrah ( kemampuan atau perasaan ) untuk mengenal; Tuhannya.
Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius ( naluri beragama
). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “ Homo
Divinans “ dan “ Homo Religius “ atau makluk yang berke-Tuhan-an
atau makluk beragama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar