PERKEMBANGAN
MORAL
Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi
remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan
hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik peran yang selalu
terjadi dalam masa transisi. Moral lebih bersifat penalaran, sehingga makin
tinggi tingkat penalaran seseorang makin tinggi pula tingkatan moralnya.
1.
Aspek kognitif
Ketika
orang memasuki masa remaja, bertambahlah kemampuannya untuk mengkonseptualisasi
aturan dan prinsip moral. Dengan kemampuannya ini, si remaja mampu untuk
bergerak diluar moralitas yang didasarkan pada aturan yang spesifik, menuju
kearah moralitas yang didasarkan pada prinsip yang meliputi anekaragam situasi
yang konkrit. Misalnya konsep kejujuran meliputi kondisi seperti senang berbuat
yang benar, tidak nyontek, bersifat hati-hati terhadap milik orang lain.
Dalam
studinya, Piaget mengemukakan beberapa perbedaan antara mereka yang kurang
matang dalam paham moral dan mereka yang lebih matang. Pada keduanya terdapat
transisi dari penilaian moral secara heteronomous kepenilaian secara
autonomous, yaitu dari moralitas berdasarkan hukum-hukum yang disajikan orang
lain menuju moralitas berdasarkan penilaian dan keyakinan diri sendiri. Juga
terdapat perubahan dari realisme kerelativisme. Seorang realis mengikuti hukum
secara tertulis. Ia menilai kesungguhan suatu tindakan dengan konsekuensi
praktisnya. Sedangkan seorang relativitas mempertimbangkan maksud tertentu,
disamping konsekuensi praktis dari suatu tindakan. Berdasarkan penelitian
tentang moral yang dilakukan para remaja telah ditemukan bahwa rata-rata para remaja
biasanya menyetujui ide tentang salah atau benar yang berdekatan dengan ide
yang dipegang oleh orang dewasa.
2.
Sikap-Sikap Moral dan Nilai-Nilai
Dalam merumuskan standar moral pada remaja, lebih
ditekankan terhadap aturan tingkah laku dari pada kesetiaan dan perasaan
persahabatan. Dalam studi yang dilakukan oleh Thompson, orang muda menilai
kejujuran lebih berharga daripada keramah tamahan. Siswa memberikan rangking
yang lebih tinggi terhadap kejujuran dan sportivitas daripada kemurahan hati.
Peck dan Havighurst
mengklasifikasikan karakter moral kedalam lima
tipe, yaitu:
1.
Tipe Amoral
Memperlihatkan sifat kekanak-kanakan, impulsif, tidak
bertanggung jawab, tanpa internalisasi prinsip-prinsip moral dan tanpa
memperhitungkan akibat tingkah lakunya.
2.
Tipe Expedient
Memperlihatkan seseorang yang egois, bertindak secara
moral sepanjang tindakan tersebut berguna untuk mencapai maksudny, untuk
mendapatkan apa yang ia inginkan.
3.
Tipe Convorming
Orang yang prinsip moralnya adalah mengerjakan apa
yang dikerjakan orang lain dan apa yang seharusnya dikerjakan. Orang seperti
itu dalam menyesuaikan dirinya dengan kelompoknya mengikuti aturan-aturan
sebagaimana tertulis yang khusus untuk setiap kesempatan, dan tidak memiliki
prinsip moral yang tergeneralisasi.
4.
Tipe Rational Conscientious
Seseorang yang memiliki standar internal tentang benar
dan salah, dengan itu ia menilai tindakannya tetapi ia sangat kaku dalam
menerapkan prinsip moralnya.Ia memandang suatu tindakan adalah baik dan buruk,
karena ia mendefinisikannya demikian, dan bukan atas pertimbangan apakah
tindakannya itu berakibat baik atau buruk terhadap orang lain.
5.
Tipe Rational Altruistic
Menggambarkan tingkat kematangan moral yang tertinggi.
Ia memiliki satu set prinsip moral yang stabil yang membimbing tingkah lakunya.
Ia cukup rasional dalam menilai tingkah lakunya. Berdasarkan prinsipnya ia
bersifat altruistis didalam memperlihatkan perhatiannya tentang kesejahteraan
orang lain dan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar