PERKEMBANGAN
KEAGAMAAN
Bagi remaja,
agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Agama memberikan sebuah
kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya.
Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan kejelasan mengapa dan
untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa
aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.[1]
Beberapa kelompok keagamaan memandang masa
remaja sebagai saat penyadaran, artinya saat dimana keimanan yang tadinya
bersifat pinjaman kini menjadi miliknya sendiri. Terdapat anggapan bahwa masa
remaja adalah suatu masa dimana remaja telah matang untuk bertaubat atau siap
untuk menceburkan dirinya kedalam agama dengan lebih pasti, dibandingkan dengan
masa kanak-kanak.
Dalam perkembangannya,
terdapat kecenderungan-kecenderungan terjadinya perubahan di dalam cara mereka
berpikir dan cara mereka merasakan mengenai agama ketika ia berkembang dari
permulaan masa remaja ke masa menginjak usia 20 an. Apabila perkembangan
berjalan dengan baik, anak-anak muda dalam tahu-tahun pengembangannya memiliki
kapasitas yang cukup kuat untuk meneliti dan menguji makna dari kepercayaan.
Perkembangan agama yang
terkenal adalah theory of faith dari James Fowler:
Tahap
|
Usia
|
Karakteristik
|
Tahap 1
Intuitive-projective faith
Tahap 2
Mythical-literal faith
Tahap 3
Synthetic-conventional faith
Tahap 4
Individuative-reflective faith
Tahap 5
Conjunctive faith
Tahap 6
Universalizing
|
Awal masa anak-anak
Akhir masa anak-anak
Awal masa remaja
Akhir masa remaja dan awal masa
dewasa
Pertengahan masa dewasa
Akhir masa
|
·
Gambaran intuitif dari kebaikan dan kejahatan
·
Fantasi dan kenyataan adalah sama
·
Pemikiran lebih logis dan konkrit
·
Kisah-kisah agama diinterpretasikan secara
harfiah; Tuhan digambarkan seperti figure orang tua
·
Pemikiran lebih abstrak
·
Menyesuaikan diri dengan agama orang lain
·
Untuk pertama kali mampu memikul tanggung
jawab penuh terhadap keyakinan mereka
·
Menjelajahi kedalaman pengamalan nilai-nilai
dan keyakinan agama seseorang
·
Lebih terbuka terhadap pandangan yang paradoks
dan bertentangan
·
Berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan
pembatasan seseorang
·
Sistem kepercayaan transendental untuk dewasa
mencapai perasaan keTuhanan
·
Peristiwa konflik tidak selamanya di pandang
sebagai paradoks
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar