Selasa, 24 Januari 2012

Perkembangan Emosi


Perkembangan Emosi
A. Pengertian Emosi
            Emosi adalah sebuah istilah yang populer, namun secara tepat masih membingungkan, baik dikalangan psikologi maupun ahli filsafat. Oleh sebab itu, kalau rumusan para psikolog masih sangat berfariasi sesuai dengan orientasi teoritis yang berbeda – beda.
Menurut English and English, emosi adalah “ A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities “, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris.  Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.  Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan – perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu, contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya.
            Kadang seseorang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda – tanda fisiknya.  Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan ahli psikologi Ekman dan Friesen yang dikenal dengan display rules, yang dibagi menjadi tiga rules, yaitu masking, modulation dan simulationMasking adalah keadaan seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang dialaminya.  Emosi yang dialaminya tidak tercetus melalui ekspresi fisiknya, misalnya orang yang sangat sedih karena kehilangan anggota keluarganya, kesedihan tersebut dapat diredam atau ditutupi, dan tidak ada gejala fisik yang menyebabkan tampaknya perasaan sedih tersebut.  Sedangkan pada modulation seseorang tidak mampu meredam secara tuntas mengenai gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya saja, misalnya karena sedih, ia menangis tetapi tidak terlalu kuat dan keras.  Pada simulation seseorang sebenarnya tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah – olah mengalami emosi dengan menampakkan gejala – gejala fisik.  Display rules sebenarnya dipengaruhi oleh unsur budaya, misalnya adalah tidak etis kalau menangis dengan meronta – ronta di hadapan umum meskipun kehilangan keluarga yang sangat dicintainya.

B. Pola Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.
Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya. Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.
Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukkan berbagai macam reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini dapat ditimbulkan dengan cara memberikan berbagai macam rangsangan yang meliputi manusia serta objek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.
Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal.
            Beberapa bulan setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola emosi. Pola yang paling umum, rangsangan yang membangkitkan emosi dan reaksi yang khas dari setiap pola dibawah ini, antara lain;
  • Rasa Takut
Rangsangan yang umumnya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras, binatang, kamar yang gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orangyang tak dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal.
Anak kecil lebih takut kepada benda-benda dibandingkan dengan bayi atau anak yang lebih tua. Usia antara dua sampai enam tahun merupakan masa puncak bagi rasa takut yang khas didalam pola perkembangan yang normal. Alasannya karena anak kecil lebih mampu mengenal bahaya dibandingkan dengan bayi, tetapi kurangnya pengalaman menyebabkan mereka kurang mampu mengenal apakah suatu bahay merupakan ancaman pribadi atau tidak.
Dikalangan anak-anak yang lebih tua, rasa takut terpusat pada bahaya yang fantastis, adikodrati (supernatural), dan samara-samar pada gelap dan mahluk imajinatif yang diasosiasikan dengan gelap, pada kematian atau luka, pada berbagai elemen terutama guntur dan kilat, serta karakter dalam dongeng, film, buku, komik, dan televisi. Anak yang lebih tua mempunyai berbagai ketakutan yang berhubungan dengan diri atau status, mereka takut gagal, takut dicemoohkan, dan takut “berbeda” dari anak lain.
  • Rasa Malu
Merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. Rasa malu selalu ditimbulkan oleh manusia, bukan oleh binatangatau situasi. Studi terhadap bayi telah menunjukkan bahwa selama pertengahan tahun pertama kehidupan, rasa malu merupakan reaksi yang hamper universal terhadap orang yang tidak dikenalatau orang yang sudah dikenal tetapi memakai baju atau tata rambut yang tidak seperti biasanya. Ketakutan terhadap orang yang tidak dikenal yang menimbulkan rasa malu tampak pada perubahan sikap bayi setelah mereka menjadi terbiasa mengenal kembali orang yang tadinya sudah dikenal. Kemudian, umumnya bayi berhenti menangis dan bereaksi dengan ramah. Rasa malu dengan kehadiran orang yang tidak dikenal sangat umum pada tingkat usia ini sehingga tingkat usia ini sering disebut sebagai “usia yang tidak dikenal” (the strange age) atau “periode ketakutan yang infantile”.
Pada bayi, reaksi yang umum terhadap rasa malu ialah menangis, memalingkan muka, dari orang yang tidak dikenal, dan bergayut pada orang yang sudah akrab untuk berlindung. Hanya apabila mereka telah yakin bahwa tidak ada bahaya yang nyata barulah mereka mau mendekati orang yang tidak dikenal itu.
Anak yang lebih tua menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan menggagap, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah yang gugup sperti menarik-narik telinga atau baju, dengan menolehkan wajah kearah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk menatap orag yang tidak dikenal itu. Mereka berusaha membuat diri mereka sesedikit mungkin menarik perhatian dengan cara berpakaian seperti orang lainnya dan berbicara sesedikit mungkin.

C. Pengelompokan Emosi
Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan ( psikis ).
a.   Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
b.   Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan.  Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
1.   Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran.  Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah.  rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
2.   Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok.  Wujud perasaan ini seperti : rasa solidaritas,  persaudaraan ( ukhuwah ), simpati, kasih sayang, dan sebagainya
  3.   Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk atau etika ( moral ). Contohnya :rasa tanggung jawab ( responsibility ), rasa bersalah apabila melanggar norma, rasa tentram dalam mentaati norma
4.   Perasaan Keindahan ( estetis ), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
5.   Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah ( kemampuan atau perasaan ) untuk mengenal; Tuhannya.  Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius ( naluri beragama ).  Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “ Homo Divinans “ dan “ Homo Religius “ atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makluk beragama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar