Selasa, 24 Januari 2012

PERKEMBANGAN KEAGAMAAN


PERKEMBANGAN KEAGAMAAN
 Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa memberikan kejelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.[1]
  Beberapa kelompok keagamaan memandang masa remaja sebagai saat penyadaran, artinya saat dimana keimanan yang tadinya bersifat pinjaman kini menjadi miliknya sendiri. Terdapat anggapan bahwa masa remaja adalah suatu masa dimana remaja telah matang untuk bertaubat atau siap untuk menceburkan dirinya kedalam agama dengan lebih pasti, dibandingkan dengan masa kanak-kanak.
Dalam perkembangannya, terdapat kecenderungan-kecenderungan terjadinya perubahan di dalam cara mereka berpikir dan cara mereka merasakan mengenai agama ketika ia berkembang dari permulaan masa remaja ke masa menginjak usia 20 an. Apabila perkembangan berjalan dengan baik, anak-anak muda dalam tahu-tahun pengembangannya memiliki kapasitas yang cukup kuat untuk meneliti dan menguji makna dari kepercayaan.

Perkembangan agama yang terkenal adalah theory of faith dari James Fowler:

Tahap
Usia
Karakteristik
Tahap 1
Intuitive-projective faith


Tahap 2
Mythical-literal faith




Tahap 3
Synthetic-conventional faith
Tahap 4
Individuative-reflective faith




Tahap 5
Conjunctive faith




Tahap 6
Universalizing
Awal masa anak-anak


Akhir masa anak-anak




Awal masa remaja

Akhir masa remaja dan awal masa dewasa




Pertengahan masa dewasa




Akhir masa
·         Gambaran intuitif dari kebaikan dan kejahatan
·         Fantasi dan kenyataan adalah sama
·         Pemikiran lebih logis dan konkrit
·         Kisah-kisah agama diinterpretasikan secara harfiah; Tuhan digambarkan seperti figure orang tua
·         Pemikiran lebih abstrak
·         Menyesuaikan diri dengan agama orang lain
·         Untuk pertama kali mampu memikul tanggung jawab penuh terhadap keyakinan mereka
·         Menjelajahi kedalaman pengamalan nilai-nilai dan keyakinan agama seseorang
·         Lebih terbuka terhadap pandangan yang paradoks dan bertentangan
·         Berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang
·         Sistem kepercayaan transendental untuk dewasa mencapai perasaan keTuhanan
·         Peristiwa konflik tidak selamanya di pandang sebagai paradoks


[1] PSIKOLOGI PERKEMBANGAN, Desmita hal 208

Tidak ada komentar:

Posting Komentar